Jumat, 23 November 2012

Pintu senja tua




Serupa dengan sebuah pohon yang sudah cukup matang untuk di tebang, tidaklah suatu hal yang mengherankan bila ada istilah “ makin tua, makin menjadi”. Walaupun konotasi katanya bermakna negatif, tapi  tidak bisa kita ingkari, kita pastilah akan menua. Entah asal muasalnya muncull darimana, makna tua yang paling sering di beri arti adalah tua dalam hal usia.  Usia yang tua adalah usia yang  merupakan pintu senja  yang  memamerkan ke eksotisan usia yang penuh makna atau hanya sekedar senja yang sirna tanpa kemilau pengalaman yang penuh warna.  Bisa jadi kita melewati pintu jejak makna kehidupan kita dengan rayuan cita-cita yang setinggi langit. Ini tidaklah salah. Kita pastilah ingin kehidupan yang istimewa, penuh dengan raihan  kata sarat harta dan takhta.  Harta bisa sangat umum di identikkan dengan materi, salah satunya uang. Zaman yang sangat cepat perubahan tekhnologinya menawarkan kemudahan dalam menikmati ragam dunia. Dengan benda yang hanya selebar kue lemper,kita bisa terhubung dengan siapa saja, dan kapan saja di lintas bumi ini. Dengan tombol yang  masih kalah besar dari kancing baju kita, kita dengan asyiknya pindah dari satu ruang ke tempat lain. Kita sering menganggap kecepatan dan kecanggihan menunjukan kecerdasan  intelek seseorang. Maka, tidak usah heran ada orang yang bisa bergonta-ganti gadget berkali-kali dalam hitungan bulan.  Ini tentu saja bukan hal yang wajar. Mirip seseorang yang lagi tinggi atau sakau obat-obatan terlarang, jenis orang yang kita bahas ini juga mengalami candu, tapi candu tekhnologi. Konyolnya lagi, jenis candu ini selalu dianggap orang lain sebagai “fortuner”.  Memang masih terlalu dini kita katakan hidup dapat amburadul karena tekhnologi. Bisa saja ini hiburan anak kota yang lagi-lagi katanya harus. Maka tidak heran, terlalu sering kita perhatikan teman dan mungkin di lingkungan sosial dan keluarga kita, cekikikan sendiri ketika membaca sms masuk, atau terburu-buru mengangkat hand phonenya hanya karena selalu menganggap itu penting, sekalipun jenis manusia ini lagi berhadapan dan dekat dengan kita. Nah, ini bukan suatu hal yang aneh terjadi lagi di keseharian kita sebagai makhluk sosial, jutaan informasi yang memikat kita tentu saja akan memakan siapa saja yang menganggap dirinya high tech dan fortuner tadi.  Mengingat kembali petuah lama, bahwa pisau bisa digunakan untuk membunuh tapi tentu saja sangat disarankan memotong sayur di dapur, penggambaran tekhnologi tidak jauh dari situ. Tekhnologi tentu saja dibuat untuk mempermudah pekerjaan dan mendekatkan kita dari yang jauh, tapi benarkah kita harus mempermudah semuanya ? Cukup banyak kita dengar di era ini, orang mengucapkan sesuatu hal yang sangat penting dalam hidupnya seperti menikah atau kesepakatan bisnis dan pekerjaan hanya lewat nada suara. Ajaibnya ini sudah dianggap hal yang “cool” dan sangat pantas.  Sampai tibalah suatu hari kita merasa ada yang hilang. Kita tidak lagi dapat merasakan kerenyahan tawa berkumpul bersama orang-orang yang kita sayangi dan di lingkupi warna suasana hidup di ruangan nyata sebuah halaman rumah atau taman. Tekhnologi sudah memenuhinya. Pintu senja tua pun akhirnya menyambut kita dengan pelukan yang tidak lagi hangat. Kita kehilangan momen istimewa hubungan yang tak kan terulang lagi. Kita kehilangan genggaman dan raut wajah berhadap-hadapan yang kalau terjadi bisa jadi menambah makna pembelajaran hidup kita. Kita lebih mampu mengekspresikan siapa kita dan menilai langsung pribadi lain dengan lebih jitu. Inilah yang tidak bisa diwakilkan kehebatan tekhnologi. Tekhnologi tidak memiliki rasa. Sama ketika kita belajar simulasi agar mendapatkan surat izin mengemudi, walaupun simulasi itu menyerupai dunia nyata, tapi tetap saja kita kehilangan rasa nyata. Begitu pula ketika kita berhubungan dengan pasangan, sahabat karib, dan keluarga, sangat terlihat kurang pas atau mengena kalau kita hanya menghubungi nomor untuk mengungkapkan perhatian dan makna sayang. Itu tidak salah, hanya saja tidak mengena ke empunya perasaan. Dunia ini sederhana tapi tidak bisa dimudahkan terlalu mudah. Dahulu ketika kecil tentu saja kita sangat bahagia ketika di kecup di kening daripada di seberang sinyal sana kita mendengarkan suara kecupan. Kita boleh saja terbang seperti  burung melintas hidup, tapi ke kubangan juga kita mendarat. Pintu senja tua sedikit memberikan bahwa jangan biarkan pintu kita reot oleh arus tehknologi sehingga kita melupakan komunikasi  yang saling berhadapan dan menyentuh  sangat lebih memberikan arti yang lebih kuat, lebih bermakna. Berani ambil satu perbuatan kecil sekarang menghubungi orang yang kita sayangi dengan mengucapkan kata : aku ingin bertemu dan menikmati keindahan waktu bersamamu hari ini juga  ? “  Dan mulai sekarang cobalah. Nikmati getaran nyata hidup anda. Dimana saja, kapan saja. Berani ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar