Jumat, 14 Desember 2012

Ngomong-ngomong keajaiban.

Keajaiban tidak di dapatkan dari sebuah harapan yang katanya BESAR. Keajaiban biasanya mengendap-endap seperti tidak tampak, tidak bersuara, dan sering kali tidak di undang. Keajaiban itu berusaha keras untuk hadir, menjelma, karena kita di rasa sudah kuat, sudah siap--dan karena kita BERUBAH. Itu terlihat dari sikap kita, , karakter kita. Berubah menjadi LEBIH. Jangan habiskan menunggu keajaiban, tapi berlarilah. Kapan perlu melompat agar keajaiban itu tidak lagi berdiam. Tidak lagi malu-malu menyatakan dirinya.


Jumat, 23 November 2012

Pintu senja tua




Serupa dengan sebuah pohon yang sudah cukup matang untuk di tebang, tidaklah suatu hal yang mengherankan bila ada istilah “ makin tua, makin menjadi”. Walaupun konotasi katanya bermakna negatif, tapi  tidak bisa kita ingkari, kita pastilah akan menua. Entah asal muasalnya muncull darimana, makna tua yang paling sering di beri arti adalah tua dalam hal usia.  Usia yang tua adalah usia yang  merupakan pintu senja  yang  memamerkan ke eksotisan usia yang penuh makna atau hanya sekedar senja yang sirna tanpa kemilau pengalaman yang penuh warna.  Bisa jadi kita melewati pintu jejak makna kehidupan kita dengan rayuan cita-cita yang setinggi langit. Ini tidaklah salah. Kita pastilah ingin kehidupan yang istimewa, penuh dengan raihan  kata sarat harta dan takhta.  Harta bisa sangat umum di identikkan dengan materi, salah satunya uang. Zaman yang sangat cepat perubahan tekhnologinya menawarkan kemudahan dalam menikmati ragam dunia. Dengan benda yang hanya selebar kue lemper,kita bisa terhubung dengan siapa saja, dan kapan saja di lintas bumi ini. Dengan tombol yang  masih kalah besar dari kancing baju kita, kita dengan asyiknya pindah dari satu ruang ke tempat lain. Kita sering menganggap kecepatan dan kecanggihan menunjukan kecerdasan  intelek seseorang. Maka, tidak usah heran ada orang yang bisa bergonta-ganti gadget berkali-kali dalam hitungan bulan.  Ini tentu saja bukan hal yang wajar. Mirip seseorang yang lagi tinggi atau sakau obat-obatan terlarang, jenis orang yang kita bahas ini juga mengalami candu, tapi candu tekhnologi. Konyolnya lagi, jenis candu ini selalu dianggap orang lain sebagai “fortuner”.  Memang masih terlalu dini kita katakan hidup dapat amburadul karena tekhnologi. Bisa saja ini hiburan anak kota yang lagi-lagi katanya harus. Maka tidak heran, terlalu sering kita perhatikan teman dan mungkin di lingkungan sosial dan keluarga kita, cekikikan sendiri ketika membaca sms masuk, atau terburu-buru mengangkat hand phonenya hanya karena selalu menganggap itu penting, sekalipun jenis manusia ini lagi berhadapan dan dekat dengan kita. Nah, ini bukan suatu hal yang aneh terjadi lagi di keseharian kita sebagai makhluk sosial, jutaan informasi yang memikat kita tentu saja akan memakan siapa saja yang menganggap dirinya high tech dan fortuner tadi.  Mengingat kembali petuah lama, bahwa pisau bisa digunakan untuk membunuh tapi tentu saja sangat disarankan memotong sayur di dapur, penggambaran tekhnologi tidak jauh dari situ. Tekhnologi tentu saja dibuat untuk mempermudah pekerjaan dan mendekatkan kita dari yang jauh, tapi benarkah kita harus mempermudah semuanya ? Cukup banyak kita dengar di era ini, orang mengucapkan sesuatu hal yang sangat penting dalam hidupnya seperti menikah atau kesepakatan bisnis dan pekerjaan hanya lewat nada suara. Ajaibnya ini sudah dianggap hal yang “cool” dan sangat pantas.  Sampai tibalah suatu hari kita merasa ada yang hilang. Kita tidak lagi dapat merasakan kerenyahan tawa berkumpul bersama orang-orang yang kita sayangi dan di lingkupi warna suasana hidup di ruangan nyata sebuah halaman rumah atau taman. Tekhnologi sudah memenuhinya. Pintu senja tua pun akhirnya menyambut kita dengan pelukan yang tidak lagi hangat. Kita kehilangan momen istimewa hubungan yang tak kan terulang lagi. Kita kehilangan genggaman dan raut wajah berhadap-hadapan yang kalau terjadi bisa jadi menambah makna pembelajaran hidup kita. Kita lebih mampu mengekspresikan siapa kita dan menilai langsung pribadi lain dengan lebih jitu. Inilah yang tidak bisa diwakilkan kehebatan tekhnologi. Tekhnologi tidak memiliki rasa. Sama ketika kita belajar simulasi agar mendapatkan surat izin mengemudi, walaupun simulasi itu menyerupai dunia nyata, tapi tetap saja kita kehilangan rasa nyata. Begitu pula ketika kita berhubungan dengan pasangan, sahabat karib, dan keluarga, sangat terlihat kurang pas atau mengena kalau kita hanya menghubungi nomor untuk mengungkapkan perhatian dan makna sayang. Itu tidak salah, hanya saja tidak mengena ke empunya perasaan. Dunia ini sederhana tapi tidak bisa dimudahkan terlalu mudah. Dahulu ketika kecil tentu saja kita sangat bahagia ketika di kecup di kening daripada di seberang sinyal sana kita mendengarkan suara kecupan. Kita boleh saja terbang seperti  burung melintas hidup, tapi ke kubangan juga kita mendarat. Pintu senja tua sedikit memberikan bahwa jangan biarkan pintu kita reot oleh arus tehknologi sehingga kita melupakan komunikasi  yang saling berhadapan dan menyentuh  sangat lebih memberikan arti yang lebih kuat, lebih bermakna. Berani ambil satu perbuatan kecil sekarang menghubungi orang yang kita sayangi dengan mengucapkan kata : aku ingin bertemu dan menikmati keindahan waktu bersamamu hari ini juga  ? “  Dan mulai sekarang cobalah. Nikmati getaran nyata hidup anda. Dimana saja, kapan saja. Berani ?

Kamis, 15 November 2012

Renungan

Kalau tempat dan waktu menentukan takdirmu, berarti Bung Karno dan Bung hatta patut kita salahkan. Rumah ibadah untuk aktifitas belajar mengajar? Ya, inilah kenyataan yang saya lihat di Mapinang Selatan, pulau Sikakap Mentawai ini. Apakah ini akan efektif untuk mengajari anak-anak tentang pengetahuan yang mencerdaskan ? saya tidak tahu. Ya, saya tidak tahu. Yang saya lihat dan saya tahu adalah anak-anak tetap belajar dengan gembira dan smuangatzzz. Paling tidak itu terpancar dari setiap pertanyaan yang saya ajukan. “ kalau besar mau jadi apa anak-anak ?” mereka akan menjawab serentak “ guru, dokter, pak”. Bagaimana mungkin profesi yang sering di sebut mulia dan terhormat di kalangan masyarakat kita ini banyak diminati anak-anak sekolah dasar ini, padahal mereka saat ini lebih sering melihat volunteer seperti saya daripada guru atau dokter yang hanya datang satu kali dalam satu bulan. Tapi apakah impian lugu ini akan terwujud bagi anak-anak yang saya kagumi impiannya ini? Atau terlalu lugukah saya bertanya? Kita sering mendengar “ tempat tidak menentukan takdirmu” atau “ gantungkanlah cita-cita setinggi langit …” Sangat hebat rentetan huruf yang menjadi kata tersebut. Dan kita pun cukup berharap semoga anak-anak ini dapat mewujudkan impiannya menjadi kebenaran. Tapi, cukupkah kita berharap tanpa menyediakan tempat yang layak? Pantaskah kita mempunyai catatan kerja yang bersampul mewah dan berkertas khusus dan tentu saja mahal, sementara mereka hanya punya satu buku yang ditulis pensil untuk menulis catatan pelajaran? Ataukah layakkah kita mengatakan itu bukan urusanku, pemerintah sudah punya agenda jelas bagi mereka? Ah, terkadang saya terlalu tajam, menyindir, dan terkesan menyudutkan bila saya menanyakannya kepada siapa saja yang mungkin bisa membantu. Mungkin cukup mengetahui impian mereka dan berharap dapat terwujud dengan keajaiban semesta, sudahlah membuat doa saya lengkap dengan harapan. Saya jadi terdiam kaku sendiri ketika hanya bisa merenunginya. Ya, saya terdiam kaku ketika saya hanya bisa bertanya dan berharap hebat dari hasil pertanyaan saya sendiri. Apakah saya juga mesti berbuat hebat dan menjadi orang yang hebat agar saya di dengarkan dan di dukung? Atau mungkin saya hanya butuh berbuat tapi tidak mesti hebat ?

Minggu, 11 November 2012

Semangat manusia pulau yang di lupakan


 Pertama kali saya merasakan tubuh saya merinding dan bergetar ketika mendengar lagu Indonesia raya yang dinyanyikan anak-anak sekolah dasar pada hari senin dan melihat tiang bendera dari kayu seadanya yang jelek untuk menghormati bendera sang merah putih di lapangan kecil dekat hutan, dekat dengan bangunan sekolah yang akan kami dirikan dimapinang selatan. Tapi, sangat berbanding terbalik dengan karisma sang saka, wibawa anak-anak ini tidak kalah hebatnya memperlakukan “bendera” sebagai pengakuan lugu terhadap bangsa satu, Anak bangsa Indonesia, walaupun di penghujung pulau, tanpa penerangan yang layak, rumah yang layak, dan ruang sekolah yang layak. HIDUPLAH INDONESIA RAYA.
Semangat mereka belajar dan menghargai tanah air sangat patut di tiru oleh kita yang berada di kenyamanan daerah, penuh dengan fasilitas pendidikan yang lengkap, ruang yang besar dan guru bidang studi yang lengkap. Di pulau Mapinang selatan ini hanya tersedia 2 guru honor yang sangat jauh dari cukup. Bagaimana mungkin mereka bisa mengajar dengan baik dan tepat bila murid sangat berdesakan seperti bebek dalam satu kandang ? Benar, ini tidak berlebihan. Jadi, kurikulum yang katanya bisa mencerdaskan sangat ironi di pulau ini. Bagaimana mau cerdas, suara guru tidak terdengar dengan jelas karena murid saling berdekatan antara kelas yang berbeda peringkat semester. Ini bisa jadi renungan kita bersama, jangan salahkan guru honor yang mengajar di pulau bila tak dapat mencerdaskan murid, karena selain gaji yang jauh dari layak dan terlalu sering di “sunat” nilai gajinya yang tidak seberapa oleh oknum yang menurut saya tidak lagi berhati nurani. Jangan biarkan semangat anak belajar dan mencintai tanah air yang dengan penuh suara lantang menyanyikannya kita sia-siakan menjadi hanya anak pulau biasa tanpa masa depan benderang dan gagah seperti sang saka karena tidak di beri kesempatan. Semoga di dengarkan dan di tindaklanjuti oleh mereka yang katanya berhati nurani memajukan bangsa dan berkuasa. Maret 2011 Mentawai-Sumatera Barat

Pustaka Pondok Baca di tepi hutan

Pondok baca ! yaps, ini ide dari bapak Japetson Purba,SH. Yang awalnya di buat untuk tempat peristirahatan dan tempat “ngota” seperti warung kopilah. Karena memang tiap selesai dongan saya japet ini mengajar anak sekolah dasar filial mapinang selatan , kami pasti cerita bagaimana keadaan terkini dari dusun ini. Dan Pondok baca ini di buat dengan sumbangan 50 ribu rupiah dari saya. Layaknya seperti Projek Manager sebuah pustaka raksasa yang serba beton, dia “beragumentasi” menyidik saya seperti penuntut umum bagaimana kalau saya ikut dalam dana talangan untuk membangun rumah baca yang sebenarnya hanya bermodalkan tidak lebih dari 100 ribu rupiah. Dengan arsitektur sekitar 30 atap rumbia, 5 buah papan, 3 kursi kayu dengan ukuran ruangan 3x6 meter persegi...dengan kosakata yang akan saya segera saya ketikkan “ jadi, lae, aku mau buat tempat istirahat kita, disini, biar enak kita cerita pada siang hari atau malam hari, karena lae tahu rumah kita itu sudah terlalu sempit jadi…dst. Kira-kira menghabiskan 3 menitanlah bapak japetson ini berargumen dan menjelaskan mamfaatnya pondok baca yang dobel fungsi ini. Oke. Jawab saya. Dia seperti terkejut melihat persetujuan saya. Tapi, jangan jadi tempat yang lain ya lae ( sambil saya tersenyum misterius yang hanya dimengerti kami berdua) meledaklah ketawa kami siang itu. Setelah saya ingat-ingat gaya bicaranya sahabat saya japetson ini, saya kira lebih cocok memanggilnya dengan penasehat hukum yang lagi ditatar. Catatan : setelah di buat, Pondok baca ini ternyata menjadi tempat membaca siang hari, mengajar tambahan sore hari, dan pada malam hari kira kira jam sampai jam 8 malam menjadi tempat latihan main gitar dan nyanyi anak-anak, alias menjadi base camp mereka. Dan sempat bermetamorfosis menjadi tempat tontonan warga, yang sangat menggangu istirahat pak japet, dan dua guru wanita lainnya, karena warga menonton hingga jam larut malam, dini hari, hingga pagi…sebelum akhirnya kembali ke fungsional kesepakatan awal kami, karena pemilik televisi tersinggung dengan alasan yang tidak jelas. Syukurlah. Ngota = merumpi = bercakap-cakap Lae= Sebutan sepadan dalam bahasa batak Mapinang selatan, Mentawai-Sumbar April 2011

Impian tanpa batas

Kalau tempat dan waktu menentukan takdirmu, berarti Bung Karno dan Bung hatta patut kita salahkan. Rumah ibadah untuk aktifitas belajar mengajar? Ya, inilah kenyataan yang saya lihat di Mapinang Selatan, pulau Sikakap Mentawai ini. Apakah ini akan efektif untuk mengajari anak-anak tentang pengetahuan yang mencerdaskan ? saya tidak tahu. Ya, saya tidak tahu. Yang saya lihat dan saya tahu adalah anak-anak tetap belajar dengan gembira dan smuangatzzz. Paling tidak itu terpancar dari setiap pertanyaan yang saya ajukan. “ kalau besar mau jadi apa anak-anak ?” mereka akan menjawab serentak “ guru, dokter, pak”. Bagaimana mungkin profesi yang sering di sebut mulia dan terhormat di kalangan masyarakat kita ini banyak diminati anak-anak sekolah dasar ini, padahal mereka saat ini lebih sering melihat volunteer seperti saya daripada guru atau dokter yang hanya datang satu kali dalam satu bulan. Tapi apakah impian lugu ini akan terwujud bagi anak-anak yang saya kagumi impiannya ini? Atau terlalu lugukah saya bertanya? Kita sering mendengar “ tempat tidak menentukan takdirmu” atau “ gantungkanlah cita-cita setinggi langit …” Sangat hebat rentetan huruf yang menjadi kata tersebut. Dan kita pun cukup berharap semoga anak-anak ini dapat mewujudkan impiannya menjadi kebenaran.
Tapi, cukupkah kita berharap tanpa menyediakan tempat yang layak? Pantaskah kita mempunyai catatan kerja yang bersampul mewah dan berkertas khusus dan tentu saja mahal, sementara mereka hanya punya satu buku yang ditulis pensil untuk menulis catatan pelajaran? Ataukah layakkah kita mengatakan itu bukan urusanku, pemerintah sudah punya agenda jelas bagi mereka? Ah, terkadang saya terlalu tajam, menyindir, dan terkesan menyudutkan bila saya menanyakannya kepada siapa saja yang mungkin bisa membantu. Mungkin cukup mengetahui impian mereka dan berharap dapat terwujud dengan keajaiban semesta, sudahlah membuat doa saya lengkap dengan harapan. Saya jadi terdiam kaku sendiri ketika hanya bisa merenunginya. Ya, saya terdiam kaku ketika saya hanya bisa bertanya dan berharap hebat dari hasil pertanyaan saya sendiri. Apakah saya juga mesti berbuat hebat dan menjadi orang yang hebat agar saya di dengarkan dan di dukung? Atau mungkin saya hanya butuh berbuat tapi tidak mesti hebat ?

Sabtu, 10 November 2012

Belajar Filosofi Perbuatan dari Pak Tukang

<br />
Saya tidak begitu mengerti apa itu politik. Saya juga tidak tahu apa itu fungsi keseluruhan anggota dewan perwakilan rakyat dan pemerintah. Yang saya tahu, ketika saya sekolah dulu saya di ajarkan budi pekerti. Di papan tulis ibu guru menulis dengan terang kata budi dan pekerti. Budi itu pengertiannya, setelah saya lihat di kamus bahasa Indonesia berarti; alat batin yang merupakan paduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk. Pekerti mempunyai arti tingkah laku;perangai;akhlak;watak. Jadi, saya ambil kesimpulan budi pekerti adalah mata pelajaran yang mengajarkan, mendidik kemampuan kita menggunakan perasaan dan akal sehat kita dalam bertingkah laku agar lebih berbudi,bijaksana. Dari pemaparan pengertian dalam kamus tadi, ada yang membuat saya bergetar dan merasa awas dengan pengertian kalau kata pekerti dihilangkan dan ditambahkan imbuhan “mem dan per” di depan kata budi dan akhiran “kan”. Jadi, kata “memperbudikan” menjadi makna yang jauh dari pengertian baik dari budi pekerti menjadi kata “memperdayakan;menipu. Saya jadi terhenyak dan menerawang pikiran dan hati saya, kalau makna kata baik saja bisa berubah 100 persen hanya karena ditambahkan tiga imbuhan, apalagi manusia yang menerima kuasa yang sangat ampuh menggunakan kata kuasa “perwakilan rakyat

 Dalam buku terkenal Emotional Intelligence hasil sebuah penelitian Daniel Golemen, Phd, di katakan kecerdasan emosi tidaklah ditentukan sejak lahir. Argumen ini didasarkan pada sintesis yang benar-benar baru dan orisinal dari penelitian baru. Dengan cermat ia memperlihatkan bagaimana kecerdasan emosional dapat dipupuk dan diperkuat dalam diri kita semua. Karena dalam tataran budi pekerti bukanlah rasionalitas atau kecerdasan otak yang mendominasi walaupun “budi pekerti” itu sendiri bisa dipelajari dengan “rasionalitas yang bersahabat dengan kecerdasan otak”. “Hati” atau dalam bahasa psikologinya empati adalah kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain.

Saya yakin sejak kita sudah mengenal sekolah dasar, bagi siapapun itu, pejabat, menteri, tukang loak, pengemis,petani, selagi ia bergerak di nusantara yang masih berbadan serta berjiwa satu ini, kita pasti  tahu apa itu kebaikan, menolong, sabar, jujur, tepo seliro. Mengutip kalimat ketika saya bercakap-cakap dengan kepala tukang yang berusia lebih 60 tahunan di pulau Mentawai, di pulau nun jauh dari standar kelayakan, dia bertutur begini “ kalau saya tidak teruskan pembangunan sekolah ini, apa lagi yang bisa saya wariskan kepada cucu-cucu saya ini...”. 

Jadi, walaupun ia ditentang dan tidak dibantu warganya sendiri ketika menjadi kepala tukang sekolah di daerahnya sendiri, ia hanya berbuat. Yang pasti ia sudah berbuat untuk dirinya, berbuat untuk masyarakatnya. Di lingkungan bermasyarakat perbuatan seperti bapak tadi yang lebih mementingkan kepentingan orang banyak, sangat tidak populer lagi. Hal yang dalam agama dikatakan mulia. Tantangannya adalah menjadikan perbuatan yang lebih dekat kehati daripada pikiran ini menjadi lebih layak dan keren untuk di perjuangkan. Mengutip kalimat Pramoedya Ananta Toer “Dimana-mana aku selalu dengar: yang benar juga akhirnya yang menang. Itu benar; benar sekali. Tapi kapan ? kebenaran tidak datang dari langit, dia mesti di perjuangkan untuk menjadi benar”. Semua perbuatan baik bisa dipelajari, dan mudah diajarkan, asal mau berbuat.Mungkin bisa terinspirasi dari bapak kepala tukang tadi. Berbuat tidak mesti terlihat hebat, toh ?
Mentawai, Mei 2011, Pembangunan sekolah sementara yang jauh dari layak.




Rabu, 17 Oktober 2012

semangat kerja anak tanpa tanda jasa



Siapa bilang bekerja dengan anak-anak sekolah dasar itu ruwet? Bikin pusing? Dan bakalan buat mereka tidak bisa tertawa ? Tidak juga. Ini adalah kejadian nyata alias real, di daerah pengawasan saya. Anak-anak mengangkat tanah untuk menimbun lantai dari ruangan sekolah yang tidak datar, membuang sampah kayu, plastik makanan, rumput-rumput, bonggol akar kayu karena areanya memang hutan.
Kami mengumpulkan mereka , memberikan mereka arahan, mencontohkan apa yang di kerjakan, dan di akhir kerja bakti, kami berikan sedikit keriangan dengan  memberikan mereka makan snack dan minuman…dan lagi pula mereka sangat senang, karena yang mereka kerjakan itu adalah sekolah yang bakal ditempati anak-anak itu sendiri. Hayoooo…mereka tersenyum, tertawa, ketika di beri  tahu seperti itu. Anak-anak yang bekerja dengan semangat ini memberikan sketsa kuas indah bahwa tidak semuanya harus di selesaikan dengan imbalan uang atau pujian yang berlebihan.
Uniknya lagi, ada beberapa anak yang dilarang orang tuanya untuk tidak ikut bergotong-royong mengerjakan sekolah sementara ini, tapi tetap saja mereka bersembunyi, kemudian mengendap-endap, berlari menuju sekolah yang mau di bersihkan. Orang tua yang melarang bukan halangan.
 Jadi, naluri alamiah itu memang tetap, selalu ada dalam hati, sifat, smuangatzzz tiap jiwa dan itu tentu saja juga berlabuh di pribadi anak-anak sekolah dasar tadi. Ketika mengerjakan program sekolah sementara ini, yang bisa saya tuturkan adalah ruangan alam,  karena memang hanya 3 kelas, tidak ada langit-langit asbes ataupun jendela normal dengan dua atau empat pasang dan hanya beralaskan semen kasar campur kerikil dan pasir karang pantai, sungguh membuat pikiran saya jauh terbang melintas ke sekolah sekolah mentereng yang beralaskan keramik dan berdindingkan bata kokoh yang sering saya lihat di kota.
Tapi, tentu saja , walaupun daerah ini baru terkena musibah, tidak boleh jadi bencana kebodohan bagi anak-anak pulau ini. Bisa saja kita mengatakan anak pulau itu terbelakang dan susah di urus. Dengan pengalaman saya bersama tim, bisa jadi itu berubah kalau mereka di beri kesempatan. Dalam sebuah buku inspiratif Muhammad yunus peraih nobel perdamaian, dia bertutur demikian “ siapa saja termasuk orang miskin, bisa jadi punya kehidupan layak kalau di beri kesempatan”. Nah, mengenai kesempatan yang membuat anak pulau menjadi lebih cerdas, tentu saja kita harus menilainya secara objektif dulu . Semangat mereka untuk bekerja bakti membangun sekolah sementara sekalipun di larang  beberapa orang tua anak, sudah cukup membuktikan.
Yang pasti kita sepakati bahwa anak anak ini punya tekad untuk menjadi lebih baik. Dan itu fakta yang saya lihat dengan beberapa kawan yang bekerja sebagai sukarelawan membangun sekolah di pulau yang baru terkena musibah. Itu tidak mengurangi semangat belajar mereka. Bagaimana kalau fasilitasnya lebih layak seperti yang sering kita lihat di kota ? Dan tentu saja kita boleh terharu sekaligus belajar sedikit kebijaksanaan hidup bahwa bencana mengajarkan cermin hidup makna nyata.
Juni 2011, Mentawai, Sumatera barat.

kerja bakti anak-anak

Selasa, 17 Juli 2012

Malaikat dan setan



Dalam keadaan yang penuh dengan keganjilan tapi filosofis ini, terjadilah suatu dialog antara malaikat dan setan di sebuah taman buah yang belum berbuah. Tapi, sebenarnya manusia biasa menyebutnya dengan berbagi. Sharing istilah gaulnya.

Malaikat lucu : Hai engkau setan, tahukah engkau sebenarnya banyak yang fans kepada mu ?

Setan lugu : ( Tersenyum lugu sambil cengar-cengir ) itu sudah biasa, setan gitu lho ( biasanya ini jenis dosa angkuh dan sombong )

Malaikat lucu : Itulah kau setan, baru ku tuturkan sedikit keunggulan dirimu, sudah sok kau !

Setan lugu : ( Terkejut tapi bangga ) Bukan begitu malaikat, aku tadi sambil jalan menuju taman pertemuan kita ini, banyak aku intropeksi diri, takut kau langsung menyampaikan pesan maut kepadaku. Kau kan tahu aku takut neraka

Malaikat lucu : ( Tersenyum lugu ) Tidakkah kau tahu, sebenarnya dosamu itu sulit diampuni. Tapi, begini saja, aku ingin kau mengakui di depanku, manatahu nanti kau dapat diskon dosa.

Setan lugu : ( Tersenyum Senang karena mendapat pengurangan dosa ) Baiklah malaikat, dosaku biasanya hanya menipu, iri, mencuri, ( diam-diam dalam pikirannya, karena memang setan tak punya hati, mulai menyimpan dan menyembunyikan dosa-dosa parah yang lain seperti korupsi, berselingkuh dan sejenisnya ( heran juga setan bisa berselingkuh ), membunuh ( ini menakutkan ) tak pemaaf ( namanya juga setan )…memfitnah ( karakter ini mungkin sejak setan ada )…

Malaikat lucu : ( Sambil tersenyum lugu dan sedih terlihat dari raut wajahnya )
                          Tahukah engkau setan, sebenarnya dosa terbesarmu apa ?

Setan lugu : ( Merasa setara dengan malaikat karena tidak bisa di baca pikirannya ) Setan merasa menang dan busung muka …Tidak, karena hanya itu yang kutahu ! ( sambil berteriak nich si setan ngucapinnya)

Malaikat Lucu : Dosa terbesarmu adalah Dosa yang tak kau sadari tapi telah kau lakukan
                           Dosa yang kau sembunyikan, tapi sebenarnya kau sadari
                        Dosa yang sebenarnya kau bisa ubah asal berubah…dan itu hanya perlu…

Setan lugu : ( berharap dapat solusi ) perlu apa itu malaikat sahabatku ( mendadak setan berubah jadi begitu bijaksana dan raut wajahnya kalau kita lihat pasti mirip Nicholas saputra ketika maen film Janji joni..^_^

Malaikat lucu :  Kau perlu punya hati nurani…
Setan lugu      : Mendadak si setan menjadi diam terpaku, wajahnya seperti pahatan candi                                                           bergambar dewa Syiwa !!!

Kamis, 05 Juli 2012

Telinga GAJAH ^^__^^





kau lihat kelaparan menjelma wabah
tapi tak bersuara

kau rasakan penyakit menjelma laknat
tapi tak bersuara

kau baui darah berserak nanah
tapi tak bersuara

kau cecap tangis meronta derita
tapi tak bersuara

kau pikir ini niskala ?
kau pikir ini nista ?

apakah aku harus meminta semesta
agar lembar telinga jatuh menumbuk ?

agar suara itu kau tampung
agar suara itu tidak remuk

carikan aku tabib
yang mampu membedah

karena kau butuh telinga gajah





Rabu, 04 Juli 2012

Belajar Filosofi dari Mesin


Diabad yang serba canggih ini, tidak saja manusia dapat merasa, berpikir, dan ber ”ego” raksasa. Mesin juga atau sejenisnya dalam satu paket tekhnologi dapat saling memaki, sombong, dan merasa jago. Cerita ini di buat oleh mesin juga, tapi mesin rendah hati, namanya ke-ybo-ard. Kebetulan sekali, mesin sepeda motor sangat pantas jumawa abad ini, karena penjualan yang sangat buaaanyakkkk dan trend. Beginilah cerita kesok-sok an para beberapa anggota mesin.

Gigi tarik : Tanpa ada saya, kalian, hey para anggota mesin, tiada gunanya, saya adalah yang membuat kalian berfungsi, dan dapat melintasi jalan manapun dan menikmati indahnya dunia lain…

Karburator : Hey, kau gigi tarik, jangan sok, tanpa saya, gak akan ada namanya pengapian, kalo tak ada pengapian, kau mau melintas apa ? menikmati apa ? banyak gaya kau gigi tarik !!! aku lah penggerak utama kalian, aku jantung kalian !!!

Lampu depan: hey, kau gigi tarik dan karburator, jangan sombong, tanpa lampu penerangan, kalian pikir kalian bisa melihat jalan ? kalian pikir siang aja hari ??? masuk jurang, mampus kalian. Teriak lampu dengan mengedipkan lampunya pertanda mata terang yang galak dan mata kemenangan !

Tali gas : hahayyy, kalian para cecunguk sontoloyo, kalian kira tanpa saya, kalian bisa bergerak…? Apa kalian pikir bisa maju ??? taek kucing kalian semua…

Sang tali gas pun bangga dan mengalami ketinggian hati dengan memamerkan suara auman gasnya tanda kemenangan. Mirip king-kong menepuk dada kalau lagi pamer kekuatan. Atau mirip ayam kampoeng, yang menaikkan bulu lehernya, pertanda dia siap sabung nyawa.

Tanpa dikira, tanpa di duga, muncullah sang oli yang lembut, cair, dan terkesan tidak ada gunanya karena bentuknya juga yang jelek dan terlalu sering dibuang bila sudah tak berguna. Padahal ini lah yang melumasi semua mesin agar tetap dingin. Memberikan kemampuan  tak terlihat, tapi kuat. Lucunya, sang oli hanya berasal dari luar sang tekhnologi, bukan bawaan kendaraan.

Oli : cukup, cukup, jangan ribut untuk hal yang sebenarnya tak perlu di rebutkan nilai gunanya. Kita masing-masing punya nilai, punya guna, punya kelebihan masing-masing yang akhirnya mampu menggerakkan Mesin raksasa ini. Dan karena kerendahan hati kita saling menghormati dan bekerja sama, kita dapat sama-sama menuju tempat, melintas pulau, bahkan menuju benua untuk sama-sama bangga.

Terlalu banyak diluaran sana kita temui, bisa saja saya, anda, kita, kau, siapapun, yang terkadang terlena, terbuai, sok paten, anggar jago ( istilah batak untuk sok jago ), merasa, menilai, bangga, bahwa apa yang tlah kita capai, tiada lain adalah kemampuan, kehebatan, kecerdikan, kepintaran kita dalam meraihnya. Karena itu terlalu sering kita melihat orang sombong, suka menyepelekan , egois, berkata pongah dengan istilah “lihat aku !” ato yang lebih konyol lagi. “ aku bisa karena aku memang jenius, pintar ato apalah yang membanggakan diri seolah-olah tanpa ada kontribusi, bantuan, support orang lain. Makanya juga Negara ini terlalu sering punya pejabat korupsi, karena merasa itu haknya, merasa itu kecerdikannya, tanpa menghiraukan kepentingan orang banyak. Terlalu banyak juga kita lihat orang tak lagi mau berbagi. Bisa saja itu ilmu pengetahuan, bisa jadi juga harta, bisa juga skill. Bersmuangatzzzlah berderma harta, Bersmuangatzzzlah mengajarkan ilmu, Bersmuangatzzzlah berbagi skill. Anda, saya, kita, pada dasarnya sama : Manusia berhati nurani. Manusia berbagi !
Smuangatzzz Berbuat !!! ^_^




Sabtu, 30 Juni 2012

Anak Ayam Bijaksana...

Pada permulaan kehidupan nenek moyang ayam, terjadilah suatu kejadian yang bisa di katakan sangat konyol.
Saat itu yang maha semesta menurunkan 3 butir telur ayam ke bumi. Dan tidak berapa lama lagi akan menetaskan dirinya. Terjadilah percakapan yang menggelikan…Image
Anak Ayam Bijaksana: heyyy mengapa kalian tidak keluar sobat ???

Anak Ayam Pintar : kulihat kamu tadi samar-samar hampir mati hanya untuk keluar dan sepertinya kamu lebih kuat dari aku. Kulihat kamu juga terluka sekarang. Biarlah kami disini.

Anak Ayam ” Beriman” : Ya benar !…biarlah kami disini. dan aku yakin kamu juga tidak akan lama lagi akan menyadarinya, bahwa ditelur lebih enak. Makanan juga masih cukup!

Anak Ayam Bijaksana : Kalian salah !!! aku disini memang terluka dan kakiku bergetar untuk berjalan, tapi aku tidak akan kembali kedalam telur. Dan satu lagi kita juga satu jenis anak ayam yang sama-sama punya kekuatan. Aku hanya ingin lebih bebas, menikmati udara sejuk, melihat terangnya matahari, dan memandangi indahnya dunia luar …

Anak ayam Pintar dan” Beriman” : Omong Kosong !!!

Dan anak Ayam Bijaksana masih hidup sampai sekarang dan tetap mencari anak ayam junior yang mau hidup bebas dan menikmati sejuknya udara bumi…dan dalam abad kini telah banyak kita kenali ayam buras, ayam bangkok, bahkan ayam-ayam jenis laennya yag lebih kuat, lebih unik, lebih jago…hehehehehe

Banyak diluaran sana, sering menganggap pribadinya sendiri ” tidak kuat” dan “tidak berpotensi”. banyak juga diluaran sana seperti anak ayam “beriman” yang mematahkan semangat dengan kalimat-kalimat sakti yang diselubungi dengan kebijaksanaan negatif seperti ” ah, sudahlah, banyak orang yang sudah melakukannya, tidak berhasil. dan mengapa kamu yakin kamu akan berhasil ??? … aku saja tidak berhasil apalagi kamu ??? dan ini kalimat yang lebih hebat lagi…” mimpi apa kamu bodoh! ” ato ” darimana kamu dapat ide bodoh ini??? ( yang ini biasanya diucapkan dalam hati ) hem hemmm

Dan lebih konyol lagi, biasanya kecendrungan yang mengucapkan kalimat pintar dan” beriman” ini adalah sahabat baek kita, orang yang kita hormati karena pengalaman karirnya, dan yang lebih parah lagi,terkadang orang orang yang kita sayangi seperti ortu,saudara kandung, kekasih anda,selingkuhan( upsss), kakek ato nenek anda dst…

Yang menjadi pertanyaan sekarang bagaimana kita bisa yakin bahwa sesuatu yang kita pilih sudah benar atau sudah pada jalurnya? Sebenarnya ini bisa dijelaskan dan digambarkan sedetail mungkin… dan bila perlu kita buka pustaka biograhpy orang berhasil sedunia…tapi buat apa??? habis waktu anda, habis usia anda, habis teh manis anda, habis kopi anda…jadi, saya menyimpulkan sederhana saja…selama yang anda lakukan sudah benar, tidak melanggar moral, sudah tepat dan di ikat kuat dalam KETEGUHAN KEYAKINAN…dan atas nama gairah hidup penuh dengan gairah smuangatzzz…saya hanya berujar ” AKSIKAN KEBERANIANMU !!!” istilah kerennya “JUST DO IT ” >_< Smuangatzzz !!!